Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Ar-Raqiib
13 jam lalu

Meyakini bahwa Allah adalah Ar-Raqiib —Yang Maha Mengawasi— merupakan bagian penting dari perjalanan seorang hamba menuju Allah Ta’ala. Seorang hamba yang memahami bahwa Rabb-nya senantiasa mengawasi dirinya, akan terdorong untuk menghadirkan hati, menjauhi kelalaian, dan senantiasa berzikir. Ini semua membuahkan kebahagiaan yang hakiki bagi seorang hamba dengan kedekatannya kepada Allah Ta’ala. [1]

Dalam tulisan ini, kita akan menelaah dalil nama Ar-Raqiib, maknanya yang mendalam, serta konsekuensi dari iman kepada-Nya dalam kehidupan seorang mukmin. Semoga menjadi penguat tauhid dan penuntun menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalil nama Allah “Ar-Raqiib”

Nama Allah “Ar-Raqiib” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak tiga kali. Di antaranya:

Firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيداً مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

“Aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al-Mā’idah: 117)

Dan juga firman-Nya Ta’ala,

وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيباً

“Dan Allah adalah Pengawas atas segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzāb: 52) [2]

Kandungan makna nama Allah “Ar-Raqiib”

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Ar-Raqiib” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Ar-Raqiib”

Ar-Raqiib merupakan bentuk shifat musyabbahah (sifat yang menunjukkan keadaan yang tetap) dari kata (رَقَبَ يرقُب) raqoba – yarqubu [3] yang berarti (الْحَافِظُ) pengawas atau penjaga.

Ibnu Faris mengatakan,

الرَّاءُ وَالْقَافُ وَالْبَاءُ أَصْلٌ وَاحِدٌ مُطَّرِدٌ، يَدُلُّ عَلَى انْتِصَابٍ لِمُرَاعَاةِ شَيْءٍ. مِنْ ذَلِكَ الرَّقِيبُ، وَهُوَ الْحَافِظُ

“Ra’, qāf, dan bā’ merupakan satu akar kata yang konsisten, yang menunjukkan makna ‘berdiri tegak untuk mengawasi sesuatu.’ Dari akar ini, muncul kata ar-raqiib, yang berarti penjaga atau pengawas.” [4]

Makna “Ar-Raqiib” dalam konteks Allah

Ibnu Jarir Ath-Thabari ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,

إِنَّ ‌اللَّهَ ‌كَانَ ‌عَلَيْكُمْ ‌رَقِيبًا

Sesungguhnya Allah adalah Ar-Raqiib atas kalian.” (QS. An-Nisaa: 1), beliau mengatakan,

ويعنى بقوله: {رَقِيبًا}: حفيظًا مُحْصِيًا عليكم أعمالَكم، مُتَفَقِّدًا رعايتكم حرمة أرحامكم وصِلتَكم إياها، أو قَطْعَكُمُوها وتضييعَكم حرمتَها

“Makna dari Ar-Raqiib di sini adalah: yang menjaga, mencatat, dan menghitung semua amal perbuatan kalian; yang memerhatikan apakah kalian menyambung atau memutuskan tali silaturahmi serta menghormati, atau justru menyia-nyiakan hak-hak kerabat.” [5]

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy menjelaskan tentang makna nama ini dengan mengatakan,

“الرقيب” ‌المطلع ‌على ‌ما ‌أكنته ‌الصدور، القائم على كل نفس بما كسبت، الذي حفظ المخلوقات وأجراها على أحسن نظام وأكمل تدبير

“Ar-Raqiib adalah yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam dada, yang mengurus setiap jiwa atas apa yang telah dikerjakannya, yang menjaga seluruh makhluk dan mengaturnya dengan sebaik-baik tatanan dan pengaturan.” [6]

Syekh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-’Abbad Al-Badr mengatakan, “Ar-Raqiib artinya yang mengetahui isi hati yang terdalam, yang mengatur setiap jiwa atas apa yang diperbuatnya, yang menjaga makhluk dan mengaturnya dengan sempurna. Ia mengawasi segala hal yang terlihat dengan penglihatan-Nya yang tidak pernah luput, mengawasi semua yang terdengar dengan pendengaran-Nya yang meliputi segala sesuatu, dan mengawasi seluruh makhluk dengan ilmu-Nya yang meliputi segala hal.” [7]

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Khāliq”, “Al-Khallāq”, “Al-Bāri’”, dan “Al-Muṣawwir”

Konsekuensi dari nama Allah “Ar-Raqiib” bagi hamba

Penetapan nama “Ar-Raqiib” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:

Mengimani bahwa Ar-Raqiib adalah salah satu dari Asmaul Husna

Yakni bahwa Allah adalah Ar-Raqiib atas para hamba-Nya, Dia senantiasa mengawasi gerak-gerik mereka, ucapan, dan perbuatan mereka; bahkan apa yang terlintas dalam hati dan benak mereka. Tak satu pun makhluk-Nya keluar dari pengawasan tersebut.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman,

واعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam dirimu, maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 235)

Dan firman-Nya,

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْماً

“Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.” (QS. Ghāfir: 7) [8]

Merasa diawasi Allah dalam setiap amal dan keadaan

Merenungi ayat-ayat yang telah disebutkan di atas dan semisalnya, akan membangkitkan rasa murāqabah (merasa diawasi) dalam diri hamba terhadap seluruh amal dan keadaan dirinya. Sebab, murāqabah merupakan buah dari pengetahuan seorang hamba bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengar ucapannya, dan mengetahui amalnya setiap saat, setiap detik, bahkan setiap kedipan mata.

Muraqabah ini merupakan kedudukan yang sangat tinggi dalam perjalanan seorang hamba menuju Allah dan negeri akhirat. Syekh Abdurrazzaq Al-Badr mengatakan,

والمراقبة منزلة عليّة من منازل السائرين إلى الله والدار الآخرة، وحقيقتها دوام علم العبد وتيقنه باطلاع الحق سبحانه وتعالى على ظاهره وباطنه

“Muraqabah adalah salah satu kedudukan tinggi dalam perjalanan menuju Allah dan akhirat. Hakikatnya adalah kesinambungan pengetahuan dan keyakinan seorang hamba bahwa Allah Maha Mengetahui segala hal yang tampak maupun tersembunyi darinya.”

Kemudian beliau melanjutkan, “Maka menjaga kesinambungan ilmu dan keyakinan ini adalah bentuk dari murāqabah itu sendiri. Murāqabah terhadap perintah Allah berarti menjalankan perintah itu dengan cara terbaik. Murāqabah terhadap larangan-Nya berarti menjauhi larangan itu dan berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalamnya.” [9]

Mengawasi niatnya sebelum dan saat beramal

Yakni, hendaklah ia menilai: apakah dorongan untuk beramal ini berasal dari hawa nafsunya, atau murni karena Allah Ta‘ala? Jika karena Allah, maka lanjutkan. Jika bukan, maka tinggalkan. Inilah keikhlasan.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,

رحم الله عبداً وقف عند همّه، فإنْ كان لله مَضَى، وإنْ كان لغيره تأخّر

“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak di depan niatnya. Jika niat itu karena Allah, maka lanjutkanlah. Jika bukan karena-Nya, maka tahanlah.” [10]

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang selalu merasa diawasi, sehingga senantiasa jujur, istikamah, dan bertakwa dalam setiap keadaan. Aamiin.

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Khabiir”

***

Rumdin PPIA Sragen, 1 Rabiul awal 1447

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi utama:

Al-Fayyumi, Ahmad bin Muhammad. Al-Mishbahul Munir fi Gharib as-Syarhil Kabir. Cetakan Pertama. Damaskus: Darul Faihaa, 2016.

Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. 2020. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Cet. ke-8. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

 

Catatan kaki:

[1] Disarikan dari Fiqhul Asma’il Husna, hal. 185.

[2] An-Nahjul Asma, hal. 273.

[3] Al-Bayan fi Tasrif Mufradat al-Qur’an ‘ala Hamisy al-Mushaf al-Sharif, hal. 127.

[4] Maqayis Al-Lughah, hal. 348. Lihat juga Al-Mishbah Al-Munir fi Gharib Asy-Syarh Al-Kabir, hal. 233.

[5] Tafsīr ath-Ṭabarī, 6: 350. Lihat juga Tafsīr Ibnu Katsīr, 2: 206.

[6] Tafsīr as-Sa‘dī, hal. 947.

[7] Fiqhul Asma’il Husna, hal. 183.

[8] An-Nahjul Asma, hal. 275.

[9] Fiqhul Asma’il Husna, hal. 185.

[10] An-Nahjul Asma, hal. 276.


Artikel asli: https://muslim.or.id/108766-mengenal-nama-allah-ar-raqiib.html